TRANSFORMASI DAN TANTANGAN DALAM URUSAN PUBLIK DI ERA NEW NORMAL
Sari
Abstract
At first, many people considered it irrational when people isolated themselves at home, the government prohibited people from gathering, the streets were closed, the industry stopped operating, schools used online media, to public services that were simultaneously carried out online and in reality this condition occurred in all Country.
This condition raised questions about how long people have to live in insecurity and uncertainty. To answer this, the World Health Organization (WHO) promoted a condition was called the new normal with various protocols that need to be carried out in every activity in the community as long as the threat of a pandemic continues.
The phenomenon of the new normal (New Normal) eventually gave birth to the need for new public services. This meant that the transition period towards there was a moment to transform and reset old public services to new ones. Under these
conditions, the transformation must be carried out quickly in order to solve problem based on public services.
Face-to-face services were transformed into online or online services and force service providers to change the mindset that digitalization of services was a solution in service acceleration and simplification.
The community has been a huge impact when they have to limit themselves from traveling / doing activities outside the house, not gathering, not going to school and not being able to work for a living as usual. Many community activities outside the home or crowding were limited by large-scale restriction policies (PSBB) including economic activities that are at risk of transmitting the corona virus.
Keywords: New Normal, Transformation, Challenge, Public Affairs
Abstak
Pada awalnya bayak orang menganggap tidak rasional ketika orang-orang mengisolasi diri di rumah, pemerintah melarang orang berkumpul, jalanan ditutup, industri berhenti beroperasi, sekolah menggunakan media daring, hingga pelayanan publik yang secara serentak dilakukan secara online dan secara realitas kondisi ini terjadi di semua Negara.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan tentang sampai kapan masyarakat harus hidup dalam ketidakamanan dan ketidakpastian. Untuk menjawab hal tersebut, World Health Organization (WHO) mempromosikan kondisi yang dinamai kenormalan baru (new normal) dengan berbagai protokol yang perlu dijalankan dalam setiap aktivitas di tengah masyarakat selama masih berlangsungnya ancaman pandemi.
Fenomena kenormalan baru (New Normal) pada akhirnya melahirkan kebutuhan akan pelayanan publik yang baru. Artinya, masa transisi menuju ke sana adalah momen melakukan transformasi dan me-reset pelayanan publik lama menuju yang baru. Dalam kondisi seperti ini, transformasi harus dilakukan dengan cepat, sehingga jalan satu-satunya adalah dengan menjalankan pelayanan publik berbasis masalah (problem base).
Pelayanan tatap muka bertransformasi menjadi layanan online atau daring dan memaksa penyelenggara pelayanan untuk mengubah mindset bahwa digitalisasi layanan merupakan solusi dalam akselerasi dan penyederhanaan pelayanan.
Dampak begitu besar dirasakan oleh masyarakat ketika harus membatasi diri untuk tidak berpergian/beraktifitas keluar rumah, tidak berkumpul, tidak bersekolah dan tidak dapat bekerja mencari nafkah seperti biasanya. Banyak aktivitas masyarakat diluar rumah atau berkerumun dibatasi oleh kebijakan pembatasan berskala besar (PSBB) termasuk kegiatan perekonomian yang beresiko menularkan virus corona.
Kata Kunci : New Normal, Tranformasi, Tantangan, Urusan Publik
Kata Kunci
Teks Lengkap:
PDFDOI: http://dx.doi.org/10.56444/mia.v17i2.1779
Article Metrics
Sari view : 1595 timesPDF - 0 times
Refbacks
- Saat ini tidak ada refbacks.