Pelaksanaan Perjanjian Adat Terkait Bagi Hasil (Studi Kasus di Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat)
Abstract
Dalam sistem hukum adat yang ada dalam masyarakat Indonesia perjanjian-perjanjian adat pada awalnya lebih bersifat sosial ekonomis yang betujuan untuk menolong sesama warga dan tidak selalu dapat dianggap sebagai usaha bisnis di negara-negara lain. Perjanjian adat dilakukan secara lisan. Perjanjian ini tentunya memiliki kelemahan dari aspek legal formil dan beberapa kelemahan lainnya. Namun pada kenyataannya di berbagai daerah di Indonesia masih menggunakan kebiasaan ini dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari salah satunya yaitu perjanjian bagi hasil yang terjadi pada masyarakat Babalan, Kabupaten Langkat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana keberadaan perjanjian-perjanjian adat dan pelaksanaan perjanjian adat yang ada di Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis empiris menggunakan metode kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Sementara pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Pelaksanaan perjanjian bagi hasil di desa Securai Utara masih dilakukan atas dasar saling percaya tanpa ada bukti hitam di atas putih, bahkan mayoritas perjanjian bagi hasil di Desa Securai Utara dibuat tanpa ada saksi. Hal ini mengakibatkan suatu kelemahan di mata hukum Negara karena tidak ada batasan yang tegas yang memuat hak dan kewajiban para pihak sehingga kurang memberikan kepastian hukum jika terjadi masalah hukum atau sengketa yang timbul di kemudian hari. Oleh karena itu diperlukan peran pemerintah daerah atau setempat untuk memberikan pemahaman pada masyarakat yang membuat perjanjian bagi hasil di desa Securai Utara agar sedapat mungkin menyusun perjanjian tersebut secara tertulis agar meminimalisir risiko hukum yang mungkin terjadi.
Keywords
DOI: http://dx.doi.org/10.35973/sh.v18i2.2750
Article Metrics
Abstract view : 2457 timesRefbacks
- There are currently no refbacks.